Kamis, 30 Maret 2017

kalimat majemuk
kata : buku
1.penggabungan
-setiap orang pasti mempunyai buku  yang di simpan untuk bacaan ataupun hanya sebatas koleksi.
2. pertentangan
-banyak di antara yang belum menyadari pentingnya membaca buku karena banyak faktor, salah satunya adalah karena berat di bawa kemana mana.
3pemilihan .
-masyarakat lebih mengandalkan google search dari pada harus kesulitan mencari inti dalam sebuah buku halaman demi halaman .
4.penguatan
-perkembangan zaman yang semakin maju dan adanya fitur e-book dalam gadget membuat cara baca lebih efisien dan fleksibel
5.waktu
- peranan media sosial mengalihkan perilaku membaca buku, dari anak anak sampai orang dewasa.
6. sebab
-  kecenderungan pola pikir serba cepat dan instan masyarakat yang berasumsi bahwa dengan membaca buku bukanlah jalan  utama untuk mencari sesuatu yang di butuhkan.
7. akibat
- kurangnya daya  fokus dan konsentrasi serta menurunya tingkat berikir seseorang yang sudah enggan untuk membaca buku, yang lebih mengandalkan internet sebagai solusi .
8.syarat
-bagi mereka yang haus akan ilmu buku menjadi sesuatu yang wajib sebagai sarana mencari informasi.
9.perlawanan
-budayakan membaca buku, karena selain kita menghargai para penulis buku adalah cara untuk melihat dunia.
10.pengandaian
suatu negara akan maju apabila setiap warganya sadar akan membaca buku itu penting, terkhusus menerapkan budaya membaca buku sedari dini.
11.tujuan
mampu memahami apa yang di sampaikan buku tersebut, memberikan informasi dan pengetahuan yang di butuhkan sehingga dapat  mengubah keadaan.
12.perbandingan
-sepinya perpustakaan atau book store menunjukan minat baca buku telah banyak berkurang dari masa ke masa
\13.-pembatasan
tidak semua informasi yang bersumber  dari internet adalah real dan ingcredible. 

Kamis, 23 Maret 2017

buku
frasa : buku bacaan
hipotesa : seberapa sering mahasiswa UMM membaca bukudi perpustakaan
Data : 1 sebagian besar mahasiswa UMM jarang ke perpustakaan untuk membaca buku
2. dengan adanya e book mahasiswa menjadi malas untuk meluangkan dengan tu kepepetke perpustakaan
3. tugas yang cenderung di kerjakan dengan bantuan gooogle membuat mereka malas untuk membaca buku
4.penggunaan plagiasi sebagai pilihan utama saat mahasiswa kepepet  dengan tugas
5. kurangnya penekanan dosen terhadap mahasiswa yang masih menngunakan sistim plagiasi saat mengerjakan tugas

Kamis, 16 Maret 2017

  kata : cctv
 Frasa : pengadaan cctv

hipotesa : pengadaan cctv di area masjid Ar-fahrudin Universitas Muhammadiyah Malang
seiring dengan banyaknya keluhan mahasiswa yang merasa kehilangan barang berharga ketika sedang beraktifitas di masjid.


Data : tidak bisa di pungkiri di era globalisasi ini masih banyak kasus kasus kriminalitas khususnya pencurian sepatu, sandal ,hingga kotak amal . hal ini terjadi karena kurangnya tingkat keamanan dan lemahnya pengawasan serta kesadaran dari pihak pihak terkait.
pentingnya penambahan cctv di area area tertentu kemungkinan dapat mencegah hal hal yang tidak di inginkan serta menambah pengawasan.
berikut adalah hasil survei dari beberapa koresponden yang menyatakan pentingnya cctv di area masjid

perlukah cctv dalam area masjid Ar-fahrudin?
(14 tanggapan)
YaTidaktidak tahu7,1%85,7%
Ya12
Tidak1
tidak tahu1
menurut anda mengapa harus ada cctv di area masjid Ar-faruhdin?(14 tanggapan)
.............01231 (7,1%)2 (14,3%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)
NilaiJumlah
Agar aman1
Agar kasu2 pencurian segala jenis barang bisa teridentifikasi2
Agar lebih aman1
Agar lebih aman, karena di masjid AR. Fachruddin rawan pencurian sepatu dan sandal1
Agar sepatu tidak banyak hilang1
Alasan keamanan1
Banyak sepatu hilang1
Biar aman1
Mengetahui jika ada maling?1
Sandal ilang1
Sering nya terjadi pencurian sepatu1
agar bisa tahu siapa yang nyolong sepatu dan nyolong tas1
meminimalisir pencurian sendal dan sepatu1
menurut anda mengapa tidak perlu ada cctv di area masjid Ar-fahrudin?(14 tanggapan)
.............01231 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)2 (14,3%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)1 (7,1%)
NilaiJumlah
Gpp1
I dont know:(1
Jika d AR. Fahcruddin ada petugas jaganya1
Menurut saya perlu2
Perlu aku he1
Perlu cctv1
Ribet1
Sepertinya penting adanya cctv1
Tidak ada alasan1
Wajib ada1
Ya1
harus ada1
menurut saya perlu1
pernahkah anda complain terhadap petugas masjid tentang kehilangan sesuatu di masjid?(14 tanggapan)
YaMungkintidak21,4%78,6%
Ya3
Mungkin0
tidak11
perbanyak penitipan barang atau perlu pengadaan cctv(14 tanggapan)
cctvpenitipanbarangmasa bodoh7,1%28,6%64,3%
cctv9
penitipan barang4
masa bodoh1
dengan adanya cctv apakah terjamin keamanan di area masjid?(14 tanggapan)
YaTidakMungkin21,4%64,3%14,3%
Ya3
Tidak2
Mungkin9
apakah anda pernah kehilangan barang berharga ketika sedang beraktifitas di area masjid?(14 tanggapan)
YaTidakMungkin71,4%28,6%



Ya4
Tidak10
Mungkin0
barang berharga apa yang hilang ?(14 tanggapan)
Alhamdullillah belum, jang…


dari data di atas dapat di simpulkan 










dari data diatas dapat di simpulkan bahwa mahasiswa/i sebagian besar menginginkan pengadaan cctv di area masjid demi menunjang keamanan dan ke efektifas, terlebih lagi kampus Universitas Muhammadiyah Malang adalah salah satu kampus yang memiliki masjid terbesar di jawatimur harusnya mempunyai fasilitas yang lebih modern dan canggih khususnya dari segi keamanan. 




NilaiJumlah
Agar aman1
Agar kasu2 pencurian segala jenis barang bisa teridentifikasi2
Alasan keamanan1
Biar 

Kamis, 02 Maret 2017

Pelajaran mengarang sudah dimulai.
Kalian punya waktu 60 menit”, ujar Ibu Guru Tati.
Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja. Ibu Guru Tati menawarkan tiga judul yang ditulisnya di papan putih. Judul pertama “Keluarga Kami yang Berbahagia”. Judul kedua “Liburan ke Rumah Nenek”. Judul ketiga “Ibu”.
Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati. Dari balik kaca-matanya yang tebal, Ibu Guru Tati memandang 40 anak yang manis, yang masa depannya masih panjang, yang belum tahu kelak akan mengalami nasib macam apa.
Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 Tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar ditiup angin kencang. Ingin rasanya ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya. Kenyataan yang terpaksa diingatnya, karena Ibu Guru Tati menyuruhnya berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, “Liburan ke Rumah Nenek”, “Ibu”.  Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci.
Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang. Ia tidak bisa bercerita apa adanya seperti anak-anak yang lain. Untuk judul apapaun yang ditawarkan Ibu Guru Tati, anak-anak sekelasnya tinggal menuliskan kenyataan yang mereka alami. Tapi, Sandra tidak, Sandra harus mengarang. Dan kini Sandra mendapat pilihan yang semuanya tidak menyenangkan.
Ketika berpikir tentang “Keluarga Kami yang Berbahagia”, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran diatas kasur yang spreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan ketika Sandra pulang dari sekolah.
“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama,” ujar sebuah suara  dalam ingatannya, yang ingin selalu dilupakannya.
***
Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengerti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.
“Mama, apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Apakah Sandra harus berterus terang? Tidak, ia harus mengarang. Namun ia tak punya gambaran tentang sesuatu yang pantas ditulisnya.
Dua puluh menit berlalu. Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas. Sandra mencoba berpikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan ke Rumah Nenek” dan yang masuk kedalam benaknya adalah gambar seorang wanita yang sedang berdandan dimuka cermin. Seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra.
“Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempatku kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti? Awas!”
Wanita itu sudah tua dan menyebalkan. Sandra tak pernah tahu siapa dia. Ibunya memang memanggilnya Mami. Tapi semua orang didengarnya memanggil dia Mami juga. Apakah anaknya begitu banyak? Ibunya sering menitipkan Sandra pada Mami itu kalau keluar kota berhari-hari entah ke mana.
Di tempat kerja wanita itu, meskipun gelap, Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras, tapi Mami itu melarangnya nonton.
“Anak siapa itu?”
“Marti.”
“Bapaknya?”
“Mana aku tahu!”
Sampai sekarang Sandra tidak mengerti. Mengapa ada sejumlah wanita duduk diruangan kaca ditonton sejumlah lelaki yang menujuk-nunjuk mereka.
“Anak kecil kok dibawa kesini, sih?”
“Ini titipan si Marti. Aku tidak mungkin meninggalkannya sendirian dirumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayap yang anggun.
***
Tiga puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berpikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan dan kaki kanannya selalu naik keatas kursi.
Apakah wanita itu Ibuku? Ia pernah terbangun malam-malam dan melihat wanita itu menangis sendirian.
“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
Wanita itu tidak menjawab, ia hanya menangis, sambil memeluk Sandra. Sampai sekarang Sandra masih mengingat kejadian itu, namun ia tak pernah bertanya-tanya lagi. Sandra tahu, setiap pertanyaan hanya akan dijawab dengan “Diam, Anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” atau “Sudah untung kamu ku kasih makan dan ku sekolahkan baik-baik. Jangan cerewet kamu, Anak Sialan!”
Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
“Mama kerja apa, sih?”
Sandra tak pernah lupa, betapa banyaknya kata-kata makian dalam sebuah bahasa yang bisa dilontarkan padanya karena pertanyaan seperti itu.
Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau ke plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seprti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan es krim sambil berbisik, “Sandra, Sandra …”
Kadang-kadang, sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”
“Seperti Mama?”
“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh. Namun wanita itu tak selalu berperilaku manis begitu. Sandra lebih sering melihatnya dalam tingkah laku yang lain. Maka, berkelebatan di benak Sandra bibir merah yang terus menerus mengeluaran asap, mulut yang selalu berbau minuman keras, mata yang kuyu, wajah yang pucat, dan pager …
Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.
   
DITUNGGU DI MANDARIN
KAMAR: 505, PKL 20.00
   
Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomor kamar, dan sebuah jam pertemuan, ibunya akan pulang terlambat. Kadang-kadang malah tidak pulang sampai dua atau tiga hari. Kalau sudah begitu Sandra akan merasa sangat merindukan wanita itu. Tapi, begitulah , ia sudah belajar untuk tidak pernah mengungkapkanya.
***
Empat puluh menit lewat sudah.
“Yang sudah selesai boleh dikumpulkan,” kata Ibu guru Tati.
Belum ada secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda. Beberapa anak yang sampai hari itu belum mempunyai persoalan yang teralalu berarti dalam hidupnya menulis dengan lancar. Bebarapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkannya segera berlari keluar kelas.
Sandra belum tahu judul apa yang harus ditulisnya.
“Kertasmu masih kosong, Sandra?” Ibu Guru Tati tiba-tiba bertanya.
Sandra tidak menjawab. Ia mulai menulis judulnya: Ibu. Tapi, begitu Ibu Guru Tati pergi, ia melamun lagi. Mama, Mama, bisiknya dalam hati. Bahkan dalam hati pun Sandra telah terbiasa hanya berbisik.
Ia  juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong ranjang. Wanita itu barangkali mengira ia masih tidur. Wanita itu barangkali mengira, karena masih tidur maka Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhnya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar lagi ketika dikolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama …” dan pipinya basah oleh air mata.
“Waktu habis, kumpulkan semua ke depan,” ujar Ibu Guru Tati.
Semua anak berdiri dan menumpuk karanganya di meja guru. Sandra menyelipkan kertas di tengah.
Di rumahnya, sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.
Ia memang belum sampai pada karangan Sandra, yang hanya berisi kalimat sepotong:
Ibuku seorang pelacur…
             
Seno Gumira Aji Darma - Palmerah, 30 November 1991
*) Dimuat di harian Kompas, 5 Januari 1992.  Terpilih sebagai Cerpen Pilihan Kompas 1993.









dari sini bisa muncul pertanyaan, tepatnya di paragraf ke 3 . " kemudiam sandara memandang keluar jendela" . 
memangnya mengapa dia harus memandang ke luar jendela,ada apakah di sana dia bisa mendapat jawaban dari masalah nya? 

dan juga pada paragraf terakhir ketika bu tatik sedang menonton RCTI , kemungkinan karena RCTI adalah stasiun tv yang benyak menayangkan sinetro drama yang mengandung unsur kesedihan yang di kira hanya ada di dalam sebuah tv. yang ternyata telah di alami oleh muridnya sendiri.

perlukah sebuahh  status bu tatik dalam ceeita ini.? j
ika kita amati pengaruh status seorang guru yang belum berumah tangga memang kurang dapat memahami tingkah laku seorang anak yang sangat kurang kasih sayang.